Tafsir Al Ma’aarij Ayat 19-35

Ayat 19-21: Tabiat manusia yang tidak dilengkapi iman dan pendidikan, dan bahwa ajaran Islam mengatasi sifat-sifat buruk pada manusia.

  إِنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا (١٩)

19. Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh [Inilah sifat yang menjadi tabiat asli manusia, yaitu haluu’ (suka mengeluh), dan diterangkan secara lebih lanjut tentang sifat haluu’ ini di ayat selanjutnya].

إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا (٢٠)

20. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah [Ia berkeluh kesah ketika mendapatkan musibah seperti kemiskinan, sakit, hilangnya yang dicintai baik harta, istri maupun anak dan tidak menyikapinya dengan sikap sabar dan ridha kepada taqdir Allah],

وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا (٢١)

21. dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir [Dia tidak menginfakkan harta yang Allah berikan kepadanya dan tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya; dia berkeluh kesah ketika mendapatkan kesusahan dan menjadi kikir ketika mendapatkan kesenangan],

Ayat 22-35: Sifat orang-orang mukmin dan balasan untuk mereka.

  إِلا الْمُصَلِّينَ (٢٢)

22. Kecuali orang-orang yang melaksanakan shalatnya,

الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ دَائِمُونَ (٢٣)

23. mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya [Mereka senantiasa melakukan shalat pada waktunya dengan memenuhi syarat dan penyempurnanya. Mereka bukanlah orang yang tidak melaksanakannya dan bukan pula orang yang mengerjakannya jarang-jarang atau melakukannya secara kurang],

وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ (٢٤)

24. dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu [Untuk zakat dan sedekah],

لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (٢٥)

25. Bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta,

وَالَّذِينَ يُصَدِّقُونَ بِيَوْمِ الدِّينِ (٢٦)

26. dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan[Yakni beriman kepada apa yang Allah dan Rasul-Nya beritakan, seperti kebangkitan dan pembalasan, mereka meyakininya dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Beriman kepada hari pembalasan mengharuskan pula beriman kepada para rasul dan apa yang mereka bawa],

وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ   (٢٧)

27. dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya[Oleh karena itulah, mereka menjauhi segala yang dapat membuat mereka diazab],

إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ (٢٨)

28. sesungguhnya terhadap azab Tuhan mereka, tidak ada seseorang merasa aman (dari kedatangannya),

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٢٩)

29. dan orang-orang yang memelihara kemaluannya[Oleh karena itu, mereka tidak menaruhnya di tempat yang haram seperti zina, liwath (homoseks), menaruhnya di dubur atau ketika istri haidh, mastrubasi, onani, dsb. Mereka juga meninggalkan sarana-sarana yang haram yang dapat mendorong mereka berbuat keji],

إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٣٠)

30. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki[Maksudnya, budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. Dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. Imam boleh melarang kebiasaan ini] maka sesungguhnya mereka tidak tercela.

فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٣١)

31. Maka barang siapa mencari di luar itu[Yakni selain istrinya dan budaknya, seperti melakukan zina, homoseks, lesbian dan sebagainya], mereka itulah orang-orang yang melampaui batas[Dari yang halal kepada yang haram. Ayat ini juga menunjukkan haramnya nikah mut’ah (kontrak), karena keadaan wanitanya bukan istri yang dimaksudkan dan bukan pula budak].

وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (٣٢)

32. Dan orang-orang yang memelihara amanat[Mereka memeliharanya, melaksanakan kewajibannya dan berusaha memenuhinya. Amanah di sini mencakup amanah antara seorang hamba dengan Tuhannya seperti beban (kewajiban) agama dan beban-beban yang menjadi tanggung jawabnya yang tersembunyi yang hanya diketahui oleh Allah seperti titipan, maupun amanah antara seorang hamba dengan hamba yang lain baik dalam hal harta maupun sesuatu yang dirahasiakan] dan janjinya[Baik janji antara dia dengan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, maupun janji antara dia dengan hamba-hamba Allah. Janji ini akan ditanya; apakah dia memenuhinya atau tidak?],

وَالَّذِينَ هُمْ بِشَهَادَاتِهِمْ قَائِمُونَ (٣٣)

33. dan orang-orang yang berpegang teguh pada kesaksiannya[Mereka bersaksi sesuai yang mereka ketahui tanpa menambah, mengurangi atau menyembunyikan, tidak memihak kepada kerabat, teman dan lainnya, tetapi dia lakukan karena mencari keridhaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagaimana firman-Nya, “Wa aqiimusy syahaadata lillah.” (artinya: tegakkanlah persaksian karena Allah)],

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٣٤)

34. dan orang-orang yang memelihara shalatnya[Dengan melaksanakannya pada waktunya, terpenuhi rukun dan syaratnya dan mengerjakan yang wajib dan sunnahnya].

أُولَئِكَ فِي جَنَّاتٍ مُكْرَمُونَ (٣٥)

35. Mereka itu[Yang telah disebutkan sifatnya] dimuliakan dalam surga[ Kesimpulan ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyifati orang-orang yang berbahagia dengan sifat-sifat yang sempurna dan akhlak yang mulia, yaitu ibadah badan seperti shalat dan konsisten di atasnya, ibadah hati seperti takut kepada Allah yang mendorong melakukan semua perbuatan yang baik, Ibadah harta, ‘aqidah yang bermanfaat, akhlak yang utama, bermu’amalah dengan Allah dan dengan makhluk-Nya dengan mu’amalah yang terbaik seperti inshaf (adil), memelihara janji dan rahasia, memiliki rasa ‘iffah (menjaga diri dari yang haram) secara sempurna dengan menjaga kemaluan dari perkara yang dibenci Allah Subhaanahu wa Ta’aala].

 

Tinggalkan komentar