Tafsir ‘Abasa

Surah ‘Abasa (Bermuka Masam)

Surah ke-80. 42 ayat. Makkiyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-16: Kisah seorang sahabat yang buta yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengenal agama dan teguran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena berpaling darinya.

عَبَسَ وَتَوَلَّى (١)

1. [Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Turun ayat ‘Abasa wa tawalla berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum seorang yang buta, ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata, “Wahai Rasulullah, bimbinglah aku.” Ketika itu di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada salah seorang pembesar kaum musyrikin, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpaling darinya dan menghadap kepada yang lain (orang musyrik) sambil berkata, “Apakah menurutmu apa yang aku ucapkan salah?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Karena inilah (ayat tersebut) turun.” (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (3331) dan Syaikh Muqbil dalam Ash Shahiihul Musnad Min Asbaabin Nuzuul hal. 264-265)] Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,

أَنْ جَاءَهُ الأعْمَى (٢)

2. Karena seorang buta telah datang kepadanya [Orang buta itu bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta diberitahukan tentang ajaran Islam; lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermuka masam dan berpaling darinya, karena Beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan harapan agar pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagi teguran kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam].

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّى (٣)

3. [Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan faedah memperhatikan orang itu] Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya [Dari dosa atau dari akhlak yang tercela],

أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَى (٤)

4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya [Dengan mengamalkannya. Ayat ini menunjukkan bahwa sepatutnya seorang alim memberikan perhatian lebih kepada penuntut ilmu yang butuh yang memang lebih semangat daripada yang lain. Dari ayat ini diambil sebuah kaedah, yaitu:

لاَ يُتْرَكُ أَمْرٌ مَعْلُوْمٌ لِأَمْرٍ مَوْهُوْمٍ، وَلاَ مَصْلَحَةٌ مُتَحَقِّقَةٌ لِمَصْلَحَةٍ مُتَوَهِّمَةٌ

“Perkara yang jelas tidaklah ditinggalkan karena perkara yang belum jelas, dan maslahat yang memang terwujud tidaklah ditinggalkan karena maslahat yang masih dikira-kira.”]?

أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَى (٥)

5. adapun orang yang merasa dirinya serba cukup [Yaitu pembesar-pembesar Quraisy yang sedang dihadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diharapkannya dapat masuk Islam],

فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّى   (٦)

6. maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya.

وَمَا عَلَيْكَ أَلا يَزَّكَّى (٧)

7. Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman).

وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى (٨)

8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),

وَهُوَ يَخْشَى (٩)

9. sedang dia takut (kepada Allah),

فَأَنْتَ عَنْهُ تَلَهَّى (١٠)

10. engkau (Muhammad) malah mengabaikannya.

كَلا إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ (١١)

11. Sekali-kali jangan (begitu) [Jangan ulangi sikapmu yang berpaling dari ‘Abdullah bin Ummi Maktum, seorang buta dan fakir yang ingin membersihkan diri, dan melayani orang kaya yang tidak mau menerima nasihat. Rasulullah bermuka masam dan memalingkan wajah beliau, ketika datang seorang buta dan memotong ucapan beliau saat bersama para pembesar orang-orang musyrik, berharap mereka masuk Islam. Kejadian ini bukan termasuk dosa, melainkan termasuk bab meninggalkan keutamaan, maka Allah memberi petunjuk ke arah mana yang lebih diutamakan. Allah memerintahkan untuk tidak mengkhususkan peringatan atau nasehat kepada seseorang, tetapi harus menyamakan perlakuan kepada orang mulia dan orang lemah, orang kaya dan miskin, pemimpin dan budak, laki-laki dan perempuan, kecil dan besar, Allah yang nanti akan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. Orang fakir yang beriman lebih baik dari orang kaya yang kafir.]! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) [Al-Qur’an] itu suatu peringatan [Dengannya Allah Subhaanahu wa Ta’aala memperingatkan hamba-hamba-Nya, menerangkan apa yang mereka butuhkan serta menerangkan yang benar dari yang salah, sehingga dengan mengambil pelajaran darinya dan mengamalkan kandungannya, mereka tidak akan tersesat],

فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ (١٢)

12. maka barang siapa menghendaki, tentulah dia akan memerhatikannya [merenunginya, memahami maknanya, mengambil pelajaran darinya, menjaga (menghafal)nya dan mengamalkan kandungannya sesuai kemampuan. Tidak terhalang seseorang untuk dapat mengambil hidayah dari AlQur’an, kecuali karena tidak adanya keinginan, sebab berpaling dan kesombongan],

فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ (١٣)

13. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan (di sisi Allah) [terkandung dalam lembaran-lembaran yang mulia di sisi Allah, sebab di dalamnya terkandung ilmu dan hikmah dan karena ia turun dari Lauh Mahfuzh],

مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ     (١٤)

14. yang ditinggikan [kedudukannya di sisi Allah] dan disucikan [tidak ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci, terpelihara dari setan dan orang-orang kafir, dan disucikan dari kekurangan dan kesesatan],

بِأَيْدِي سَفَرَةٍ (١٥)

15. di tangan para utusan (malaikat) [yang membawa wahyu dari Allah kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada manusia. Ada yang menafsirkan safarah dengan malaikat para penulis],

كِرَامٍ بَرَرَةٍ (١٦)

16. yang mulia lagi berbakt[Yakni taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Bararah juga bisa diartikan baiknya hati dan amal mereka. Semua ini merupakan bentuk penjagaan Allah terhadap kitab-Nya, yaitu dengan mengutus para malaikat yang mulia dan kuat kepada para rasul, dan tidak memberikan kesempatan bagi setan untuk menyentuh atau mencurinya. Kitab ini jelas mengharuskan untuk diimani dan diterima, akan tetapi manusia tidak menghendaki selain tetap bersikap kufur. Oleh karena itu, pada ayat selanjutnya Dia berfirman, “Celakalah manusia! Alangkah kufurnya dia!”].

Ayat 17-23: Peringatan Allah kepada manusia yang tidak tahu hakikat dirinya, dan bagaimana dia sampai ingkar kepada Tuhannya padahal nikmat-nikmat terus turun melimpah kepadanya.

قُتِلَ الإنْسَانُ مَا أَكْفَرَهُ (١٧)

17. Celakalah manusia[Yakni orang-orang kafir]! Alangkah kufurnya dia[Kepada nikmat Allah, dan alangkah kerasnya penentangannya kepada kebenaran setelah jelas, padahal siapakah dia? Dia hanyalah makhluk yang diciptakan dari sesuatu yang paling lemah; dari air yang hina lalu Allah menentukan fase-fase kejadiannya dan menyempurnakannya]!

مِنْ أَيِّ شَيْءٍ خَلَقَهُ (١٨)

18. Dari apakah Dia (Allah) menciptakannya?

مِنْ نُطْفَةٍ خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ (١٩)

19. Dari setetes mani, Dia menciptakannya lalu menentukannya[Yang dimaksud dengan menentukannya ialah menentukan fase-fase kejadiannya (dari mani menjadi segumpal darah lalu menjadi segumpal daging dst.), umurnya, rezekinya, dan nasibnya].

ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ (٢٠)

20. Kemudian jalannya Dia mudahkan[Memudahkan jalan maksudnya memudahkan kelahirannya atau memberi persediaan kepadanya untuk menjalani jalan yang benar atau jalan yang sesat],

ثُمَّ أَمَاتَهُ فَأَقْبَرَهُ (٢١)

21. kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya[Allah Subhaanahu wa Ta’aala memuliakannya dengan menguburkannya dan tidak menjadikannya seperti makhluk yang lain yang jasadnya tidak dikubur],

ثُمَّ إِذَا شَاءَ أَنْشَرَهُ (٢٢)

22. kemudian jika Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali[Yakni membangkitkannya setelah mati untuk diberikan balasan. Allah Subhaanahu wa Ta’aala Dialah yang sendiri mengatur manusia dengan pengaturan-pengaturan ini, namun manusia belum melaksanakan perintah Allah dan apa yang diwajibkan-Nya, bahkan selalu meremehkan sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya].

كَلا لَمَّا يَقْضِ مَا أَمَرَهُ (٢٣)

23. Sekali-kali jangan begitu! Dia (manusia) itu belum melaksanakan apa yang Dia (Allah) perintahkan kepadanya.

Ayat 24-32: Bukti-bukti kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala di alam semesta.

فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ (٢٤)

24. [Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengarahkan manusia agar memperhatikan dan memikirkan makanannya, dan bagaimana makanan itu sampai kepadanya setelah melalui banyak tahapan karena kemudahan-Nya]Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya,

أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا (٢٥)

25. Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit),

ثُمَّ شَقَقْنَا الأرْضَ شَقًّا (٢٦)

26. kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya,

فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا (٢٧)

27. lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian,

وَعِنَبًا وَقَضْبًا (٢٨)

28. dan anggur dan sayur-sayuran,

وَزَيْتُونًا وَنَخْلا (٢٩)

29. dan zaitun dan pohon kurma[Disebutkan secara lebih khusus nama-nama tanaman itu karena banyak faedah dan manfaatnya],

وَحَدَائِقَ غُلْبًا (٣٠)

30. dan kebun-kebun (yang) rindang,

وَفَاكِهَةً وَأَبًّا (٣١)

31. dan buah-buahan[Untuk dimakan dengan nikmat oleh manusia] serta rerumputan[Untuk dimakan hewan ternak mereka],

مَتَاعًا لَكُمْ وَلأنْعَامِكُمْ (٣٢)

32. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu[Allah Subhaanahu wa Ta’aala menciptakan semua itu dan menundukkannya untukmu. Oleh karena itu, hendaknya kamu bersyukur kepada Allah, membenarkan berita-berita yang disampaikan-Nya serta rela mengorbankan pikiran dan tenagamu untuk menjalankan perintah-perintah-Nya].

Ayat 33-42: Kedahsyatan hari Kiamat, keadaan kaum mukmin dan kaum kafir pada hari itu.

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ (٣٣)

33. Maka apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua)

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ (٣٤)

34. pada hari itu manusia lari dari saudaranya,

وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ (٣٥)

35. dan dari ibu dan bapaknya,

وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ (٣٦)

36. dan dari istri dan anak-anaknya.

لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ (٣٧)

37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkan[Yaitu keselamatan dirinya. Ketika itu, manusia terbagi menjadi dua golongan; golongan yang berbahagia dan golongan yang sengsara. Golongan yang berbahagia wajah mereka berseri-seri, sedangkan golongan yang sengsara, wajah mereka tertutup debu dan kegelapan].

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ مُسْفِرَةٌ (٣٨)

38. Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri,

ضَاحِكَةٌ مُسْتَبْشِرَةٌ (٣٩)

39. tertawa dan gembira ria,

وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ عَلَيْهَا غَبَرَةٌ (٤٠)

40. dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram),

تَرْهَقُهَا قَتَرَةٌ (٤١)

41. tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan)[Mereka ini telah berputus asa dari semua kebaikan dan dikenali kesengsaraannya].

أُولَئِكَ هُمُ الْكَفَرَةُ الْفَجَرَةُ (٤٢)

42. Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka[Yaitu mereka yang kafir kepada nikmat Allah, mendustakan ayat-ayat-Nya dan berani mengerjakan larangan-larangan-Nya].

 

Tinggalkan komentar